Pengabdi Setan Dan Jalan Pikir Joko Anwar
Pengabdi Setan dan Jalan Pikir Joko Anwar
Banyak hal yang dapat menarik orang ke bioskop. Jika pasal ini dihadapkan ke aku hari ini maka Joko Anwar-lah jawabannya. Saya tak begitu tertarik dengan dunia film horor Indonesia. Sebagai warga Taurean, aku lebih suka drama, ya drama yang makjleb, mendayu-dayu, menyayat-nyayat, begitu deh (he3). Karna itu aku dapat menonton ending Cast Away berkali-kali, begitu juga Before Sunset, The Hour, The Pianist, Noel, Crash dsb. Mencari-cari di dunia maya mirip apa sih film Unforgiven, menyukai adegan Pippin bernyanyi di hadapan Raja Gondor yang tengah makan buah sementara pasukan anaknya, Faramir, dibantai pasukan Sauron dalam LOTR 3. Drama yang dapat menciptakan kita menghela nafas panjang karna ada sesuatu yang menerjang ke dalam kalbu. Caileee...
Pengabdi Setan (PS) bikin heboh dan ada nama Joko Anwar di belakangnya. Ok, masuk akal. Sosok ini punya kapasitas berdasarkan aku bikin "sesuatu" di dunia sinema Indonesia. Filmografi-nya bukan kacangan di dunia gambar bergerak paska reformasi. Karya-karyanya (cek gugel bos) bukan saja menciptakan kita menikmati seni berjulukan film tapi juga menarik-narik pikiran kita ke dalamnya. Ada gagasan, wacana, refleksi, gairah, plus kepiawaian untuk bermain-main. Hal-hal inilah juga yang berdasarkan aku menciptakan penalti Panenka hadir, Orkes Madun Arifin C Noer tercipta juga puisi-puisi Joko Pinurbo. Tentu kawan-kawan yang cerdas dan tak malas (gak kayak guwe) dapat menambah daftar yang aku maksud ini.
Kemarin aku merealisasikan "tarikan" itu dan tiba ke bioskop. PS menandakan dirinya bukan film horor biasa jikalau dibandingkan film horor Indonesia lain. Gampangnya, mirip yang sudah aku bilang, PS menciptakan kita fokus pada kreator. Beda sama "Air Terjun Pengantin" atau "Tali Pocong Perawan" contohnya yang bikin kita fokus sama Tamara Bleszyinki dan Dewi Persik...hahahahaha. Boro-boro mikirin siapa sutradaranya? Apa gagasannya? Apalagi coba mendudukkannya dalam dunia sinema Indonesia secara luas? No, no...gak kepikir brow.
PS dimulai dengan menggambarkan kesulitan sebuah keluarga berisi suami dengan istri sakit keras, 4 anak dan satu nenek. Si ibu yang sakit kemudian wafat. Terkuak kemudian si ibu yang seorang artis bersama-sama tak dapat punya anak. 4 anaknya lahir lantaran ia ikut sekte pemuja setan terkait kesuburan. Ngerinya, kehamilannya terjadi bukan oleh suaminya tapi oleh anggota sekte yang berbeda-beda. Itu yang menciptakan si ibu mengalami sakit panjang menjelang wafatnya. Konsekuensinya, anak terakhir akan "dijemput" pada usia 7 tahun. 3 anak pertama selamat lantaran sebelum 7 tahun, sudah lahir anak berikutnya. Anak terakhir berjulukan Ian yang Tuna Rungu umurnya menjelang 7 tahun saat semua kengerian ini terjadi.
Bermodal premis yang berpengaruh ini, PS mempresentasikan dirinya sebagai film yang dipikirkan dengan baik. Gagasannya jelas. Menyelamatkannya dari presentasi yang asal-asalan. Asal serem, asal ada penampakan, atau asal musiknya horor dan mengagetkan. Ok, kita dapat menyampaikan premis mirip itu punya nuansa Rosemary's Baby, sang legenda horor dunia karya Polanski, berusia setengah abad. Unsur anak, ibu, sekte pemuja mau tak mau membawa kita kesana. Tapi jikalau Rosemary's bergerak lewat tokoh dewasa, PS bermain lewat 4 anak itu.
Set rumah besar dengan banyak pintu, ruang, juga sumur dapat juga menciptakan pikiran kita keluar ke film horor lain mirip Conjuring atau The Ring. Kekuatan jahat yang dapat dikalahkan dengan kekuatan cinta kasih juga rilis ke film Conjuring. Benda yang terlempar keras kemudian menghantam benda lain membawa kita ke banyak adegan serupa di banyak film horor, Exorcism, Paranormal Activity, Deliver Us From Evil dll. Catatan saya, Joko memainkan itu semua dengan efektif dalam PS. Ia juga memasukkan dialog-dialog humor yang mengena dalam keseluruhan obrolan yang juga efektif. Satu lagi, Joko menciptakan banyak situasi dalam filmnya tak gampang diterka. Kalau menyerupai ngobrol, Joko mengajak kita berasumsi ihwal satu hal lewat kisi-kisi tapi sehabis kepala kita dipenuhi satu hal itu, perkiraan kita ia patahkan. Karakter Ian si bocah bisu-lucu jadi contohnya.
Yang menarik, PS juga memasukkan satu unsur misteri dalam ranah musik dunia. Lagu "Kelam Malam" yang dilantunkan si Ibu kalau diputar terbalik akan menjelma bunyi mantra-mantra pemujaan kepada setan. Mirip dengan lagu "Stairway To Heaven" milik Led Zeppelin.
Adakah hal lain yang patut dipertanyakan? Tentu ada. Tapi biarlah itu jadi perbincangan para sineas dan kritikus. Toh, Joko sendiri bilang, "Saya berharap PS dapat jadi standar terjelek film horor Indonesia ke depan." Itulah pikiran sang kreator, tak pernah sempurna, tapi menarik-narik siapa saja ke jagad kreativitas lebih luas.
Selebihnya, nonton sendiri aja bos. Kalau minta temenin juga, gw temenin deh tapi plus makan2 ya....😃
****Untuk Andriansyah Syihabuddin yg batal nonton bersama. "Sorry ya Nye, gw duluan...he3
Re-post dari FB Efri Aditia
Banyak hal yang dapat menarik orang ke bioskop. Jika pasal ini dihadapkan ke aku hari ini maka Joko Anwar-lah jawabannya. Saya tak begitu tertarik dengan dunia film horor Indonesia. Sebagai warga Taurean, aku lebih suka drama, ya drama yang makjleb, mendayu-dayu, menyayat-nyayat, begitu deh (he3). Karna itu aku dapat menonton ending Cast Away berkali-kali, begitu juga Before Sunset, The Hour, The Pianist, Noel, Crash dsb. Mencari-cari di dunia maya mirip apa sih film Unforgiven, menyukai adegan Pippin bernyanyi di hadapan Raja Gondor yang tengah makan buah sementara pasukan anaknya, Faramir, dibantai pasukan Sauron dalam LOTR 3. Drama yang dapat menciptakan kita menghela nafas panjang karna ada sesuatu yang menerjang ke dalam kalbu. Caileee...
Pengabdi Setan (PS) bikin heboh dan ada nama Joko Anwar di belakangnya. Ok, masuk akal. Sosok ini punya kapasitas berdasarkan aku bikin "sesuatu" di dunia sinema Indonesia. Filmografi-nya bukan kacangan di dunia gambar bergerak paska reformasi. Karya-karyanya (cek gugel bos) bukan saja menciptakan kita menikmati seni berjulukan film tapi juga menarik-narik pikiran kita ke dalamnya. Ada gagasan, wacana, refleksi, gairah, plus kepiawaian untuk bermain-main. Hal-hal inilah juga yang berdasarkan aku menciptakan penalti Panenka hadir, Orkes Madun Arifin C Noer tercipta juga puisi-puisi Joko Pinurbo. Tentu kawan-kawan yang cerdas dan tak malas (gak kayak guwe) dapat menambah daftar yang aku maksud ini.
Kemarin aku merealisasikan "tarikan" itu dan tiba ke bioskop. PS menandakan dirinya bukan film horor biasa jikalau dibandingkan film horor Indonesia lain. Gampangnya, mirip yang sudah aku bilang, PS menciptakan kita fokus pada kreator. Beda sama "Air Terjun Pengantin" atau "Tali Pocong Perawan" contohnya yang bikin kita fokus sama Tamara Bleszyinki dan Dewi Persik...hahahahaha. Boro-boro mikirin siapa sutradaranya? Apa gagasannya? Apalagi coba mendudukkannya dalam dunia sinema Indonesia secara luas? No, no...gak kepikir brow.
PS dimulai dengan menggambarkan kesulitan sebuah keluarga berisi suami dengan istri sakit keras, 4 anak dan satu nenek. Si ibu yang sakit kemudian wafat. Terkuak kemudian si ibu yang seorang artis bersama-sama tak dapat punya anak. 4 anaknya lahir lantaran ia ikut sekte pemuja setan terkait kesuburan. Ngerinya, kehamilannya terjadi bukan oleh suaminya tapi oleh anggota sekte yang berbeda-beda. Itu yang menciptakan si ibu mengalami sakit panjang menjelang wafatnya. Konsekuensinya, anak terakhir akan "dijemput" pada usia 7 tahun. 3 anak pertama selamat lantaran sebelum 7 tahun, sudah lahir anak berikutnya. Anak terakhir berjulukan Ian yang Tuna Rungu umurnya menjelang 7 tahun saat semua kengerian ini terjadi.
Bermodal premis yang berpengaruh ini, PS mempresentasikan dirinya sebagai film yang dipikirkan dengan baik. Gagasannya jelas. Menyelamatkannya dari presentasi yang asal-asalan. Asal serem, asal ada penampakan, atau asal musiknya horor dan mengagetkan. Ok, kita dapat menyampaikan premis mirip itu punya nuansa Rosemary's Baby, sang legenda horor dunia karya Polanski, berusia setengah abad. Unsur anak, ibu, sekte pemuja mau tak mau membawa kita kesana. Tapi jikalau Rosemary's bergerak lewat tokoh dewasa, PS bermain lewat 4 anak itu.
Set rumah besar dengan banyak pintu, ruang, juga sumur dapat juga menciptakan pikiran kita keluar ke film horor lain mirip Conjuring atau The Ring. Kekuatan jahat yang dapat dikalahkan dengan kekuatan cinta kasih juga rilis ke film Conjuring. Benda yang terlempar keras kemudian menghantam benda lain membawa kita ke banyak adegan serupa di banyak film horor, Exorcism, Paranormal Activity, Deliver Us From Evil dll. Catatan saya, Joko memainkan itu semua dengan efektif dalam PS. Ia juga memasukkan dialog-dialog humor yang mengena dalam keseluruhan obrolan yang juga efektif. Satu lagi, Joko menciptakan banyak situasi dalam filmnya tak gampang diterka. Kalau menyerupai ngobrol, Joko mengajak kita berasumsi ihwal satu hal lewat kisi-kisi tapi sehabis kepala kita dipenuhi satu hal itu, perkiraan kita ia patahkan. Karakter Ian si bocah bisu-lucu jadi contohnya.
Yang menarik, PS juga memasukkan satu unsur misteri dalam ranah musik dunia. Lagu "Kelam Malam" yang dilantunkan si Ibu kalau diputar terbalik akan menjelma bunyi mantra-mantra pemujaan kepada setan. Mirip dengan lagu "Stairway To Heaven" milik Led Zeppelin.
Adakah hal lain yang patut dipertanyakan? Tentu ada. Tapi biarlah itu jadi perbincangan para sineas dan kritikus. Toh, Joko sendiri bilang, "Saya berharap PS dapat jadi standar terjelek film horor Indonesia ke depan." Itulah pikiran sang kreator, tak pernah sempurna, tapi menarik-narik siapa saja ke jagad kreativitas lebih luas.
Selebihnya, nonton sendiri aja bos. Kalau minta temenin juga, gw temenin deh tapi plus makan2 ya....😃
****Untuk Andriansyah Syihabuddin yg batal nonton bersama. "Sorry ya Nye, gw duluan...he3
Re-post dari FB Efri Aditia
