Pidato Yenny Wahid Pada Program Deklarasi Pertolongan Kepada Joko Widodo Banyak Mengundang Kekaguman Bahkan Haru

Pidato Yenny Wahid pada program deklarasi tunjangan kepada Jokowi banyak mengundang kekaguman bahkan haru. Berikut ini teks lengkapnya.

Bapak Ibu sekalian yang aku hormati, Pemilu 2019 nanti ialah proses demokrasi yang akan menghantar mandat kedaulatan rakyat ketangan pemimpin yang tepat.
Ditangannya kita titipkan amanat untuk membawa kesejahteraan bagi rakyat. Ditangannya tergenggam kekuatan untuk membangun rasa bangga, sebagai bangsa. Ditangannya ada kemampuan untuk mencerdaskan bawah umur kita. Ditangannya, takdir kita sebagai orang-orang merdeka, harus terus dijaga.

Pidato Yenny Wahid pada program deklarasi tunjangan kepada Jokowi banyak mengundang kekaguman Pidato Yenny Wahid pada program deklarasi tunjangan kepada Jokowi banyak mengundang kekaguman bahkan haru

Bapak Ibu sekalian, Imam Syafei menyampaikan :
‎منزلة الامام من الرعية منزلة الولي من اليتيم
Manzilatul imam minar ra’iyah, manzilatul wali minal yatim. Kedudukan seorang pemimpin terhadap rakyatnya menyerupai kedudukan seorang wali terhadap anak yatim. Pendapat ini menyampaikan betapa bersahabat bantu-membantu hubungan antara seorang pempimpin dengan rakyatnya. Betapa berat tugasnya untuk memastikan rakyatnya hidup terpelihara.

Kedekatan dengan rakyat hanya bisa dibangun dikala seorang pemimpin bisa berpikir sederhana. Bahwa tugasnya tidak lain dan tidak bukan ialah untuk menghadirkan keadilan dan kesetaraaan.

Keadilan dan kesetaraan dalam kedudukan dimata hukum,
Keadilan dan kesetaraan dalam mendapat saluran untuk hidup makmur,
Keadilan dan kesetaraan dalam hak untuk memperoleh pendidikan semoga mendapat masa depan yang cerah,
Serta keadilan dan kesetaraan untuk mendapat proteksi dari kesewenangan sesama warga bangsa, yang sering saling mengintimidasi atas nama agama dan sukunya.

Hal ini bisa kita lihat dengan sangat gamblang dalam hidup Ayah saya. Beliau yatim semenjak kecil sebab kakek saya, KH Wahid Hasyim, mentri agama pada kabinet Bung Karno, meninggal dalam kecelakaan mobil. Beliau mendiami Rumah keluarga swderhana yg bersebelahan dengan rumah Eyang Margono, kakek dari Pak Prabowo Subianto. Nenek kami harus menyambung hidup dengan cara berjualan beras untuk menghidupi enam orang anaknya, dan Gus Dur kecil hingga harus sering naik truk pengangkut beras untuk membantu ibunya.

Ayah aku hidup tidak bergelimang harta, dan itu diteruskan hingga Beliau cukup umur hingga balasannya menikah dengan gadis Shinta. Mereka meniti kehidupan secara apa adanya. Menapaki tangga kehidupan penuh perjuangan, berjualan es lilin pun pernah dilakoni. Kami dibesarkan dalam hidup tanpa kemewahan, namun sarat dengan penghargaan diri. Bapak menempa kami dengan semangat membumi, yang diwujudkab dalam hasrat untuk mengabdi.

Setelah memiliki anak, Bapak dan Mama hijrah ke pinggiran selatan kota Jakarta. Rumah kami waktu itu letaknya terpencil. Sering kami berangkat sekolah dengan sepatu yang dibungkus plastik sebab jalan bersahabat rumah kami berlumpur belum diaspal. Menunggu kendaraan dipinggir jalan yang penuh asap knalpot, berair kehujanan dihalte bis, atau berdiri berjam-jam dalam bis dari Ciganjur, rumah kami, ke Grogol kawasan aku menuntut ilmu, ialah kisah ceria hidup aku sehari-hari.

Saya bersyukur pernah hidup sedikit susah, sebab tanpa itu, tenggang rasa kami tidak akan terasah.

Saya bahagia dididik hidup sederhana, sebab dengan bekal itu, posisi dan jabatan tidak akan menciptakan kami terlena.

Kisah kami ini mungkin tidak seberapa dibanding mereka yang masih menderita. Dan untuk merekalah kita harus terus berjuang dan berusaha, semoga tak ada lagi jurang yang menganga antara si miskin dan si kaya.

Bapak banyak terlihami oleh figur-figur yang dikaguminya, mirip Mahatma Gandhi yang membela rakyat dengan cara memberdayakan dan tanpa kekerasan.
Sosok mirip Gus Dur dan Gandhi ialah sosok pemimpin yang kita butuhkan.

Negara ini ialah negara besar, penuh dengan kekayaan alam yang berlimpah. Negara ini ialah negara kaya, penuh dengan bawah umur bangsa yang punya talenta, mereka yang meyakini nilai kebajikan serta punya impian untuk mengabdi. Namun semangat mereka sering berbalas kegetiran dan kekecewaan, melihat proses politik yang sering mengkhianati cita cita negri.

Bangsa ini sedang susah, sebab itu pemimpin yang kami cari ialah orang yang mau ikut gerah, pemimpin yang kami rindu ialah pemimpin yang mendengar nurani rakyat.
Pemimpin yang tidak berjarak dengan masyarakat.
Pemimpin yang tidak canggung memeluk warga dan bersama mereka berbaur dan menyebarkan aroma keringat.

Pemimpin yang sederhana cara berpikirnya : bahwa bangsa ini harus dipenuhi hak dan kebutuhan dasarnya untuk hidup sejahtera.

Ayah aku menghadirkan keadilan sosial dengan cara memenuhi basic rights atau hak-hak dasar bagi segenap bangsa Indonesia, tanpa membeda-bedakan agama, keyakinan, warna kulit, ras, gender, maupun status sosial dari rakyat yang dipimpinnya.

Pemimpin yang kami pilih menghadirkan keadilan social dengan memenuhi basic needs atau kebutuhan dasar bagi mereka yang selama ini tak tersapa. Menghadirkan layanan pendidikan, kesehatan maupun saluran konektivitas bagi mereka yang dulunya tak terjamah.

Dua-duanya berpikir dan bertindak sederhana, namun kaya dalam karya.
Oleh sebab itu, dengan mengucap Bismillahirrahmanirrahim, dengan ini kami menyatakan mendukung "pasangan No. 1." Biidznillah Presiden Jokowi akan kembali memimpin Indonesia.

Jakarta, 26 September 2018,
Rumah Pergerakan Politik Gus Dur

Yenny Wahid

Mewakili segenap kader dan murid Gus Dur, diantaranya tergabung dalam jaringan :
1. Barikade Gus Dur (Barisan Kader Gus Dur)
2. Gatara (Gerakan Kebangkitan Nusantara)
3. Forum Kyai Kampung Nusantara (FKKNU)
4. Garis Politik Al Mawardi (GP Al Mawardi)
5. Komunitas Santri Pojokan (KSP)
6. Jaringan Perempuan NKRI (JPN)
7. Millenial Political Movement
8. Forum Profesional Peduli Bangsa
9. Satuan Mahasiswa Nusantara

Related Posts :

close
Banner iklan disini