Sebar Informasi Pembelian 5.000 Senjata, Panglima Tni Dinilai Sedang Berpolitik
Sebar Isu Pembelian 5.000 Senjata, Panglima Tentara Nasional Indonesia Dinilai Sedang Berpolitik
![]() |
pic. google.com |
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Rachland Nashidik menganggap pernyataan Panglima Tentara Nasional Indonesia Jenderal Gatot Nurmantyo merupakan rujukan manuver politik. Menurutnya, pernyataan tersebut dapat dikatakan sebagai manuver politik yang melewati batas.
"Kita semua perlu lebih hening dan menjaga jarak dari manuver-manuver politik yang sudah menabrak batas kepatutan maupun Undang-undang. Contohnya, manuver politik Panglima Tentara Nasional Indonesia Gatot Nurmantyo," ujar Rachland melalui keterangan tertulis, Minggu (24/9/2017).
Ia kemudian menyebutkan beberapa poin kesalahan Panglima dalam memberikan pernyataan itu. Pertama, informasi tersebut dinilai sebagai data intelijen yang sensitif dan tidak seharusnya disampaikan kepada publik.
Rachland menilai, hal itu seharusnya dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo dan kepada DPR. Sedangkan, Panglima memberikan informasi tersebut justru pada program yang dihadiri sejumlah purnawirawan Tentara Nasional Indonesia dan diliput luas media massa.
Rachland melihat momentum tersebut ibarat upaya Panglima untuk menghimpun tunjangan bagi manuver politiknya.
Sementara kesalahan kedua, kata dia, yakni ketika Panglima memberikan akan menyerbu pihak yang disebut membeli senjata tersebut. Hal itu, berdasarkan Rachland, yakni hal yang paling fatal. Sebab, dari sisi prinsip akuntabilitas demokrasi (democracy accountability) militer tak boleh mengambil kebijakan politik.
"Panglima Tentara Nasional Indonesia tidak dipilih oleh pemilu. Panglima Tentara Nasional Indonesia diangkat oleh presiden. Kewajibannya bukan mengambil kebijakan, melainkan menjalankan dan mengelola operasi," kata Rachland.
Ia menambahkan, seharusnya Panglima tak boleh mengeluarkan ancaman demikian. Sebab, pengerahan dan penggunaan kekuatan Tentara Nasional Indonesia bukan kewenangan panglima, melainkan kewenangan presiden atas persetujuan DPR. Hal itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 ihwal TNI.
"Bagi kelangsungan demokrasi, kita semua cukup waras untuk memahami pemesanan 5000 senjata serbu oleh tubuh intelejen. Bila itu benar, sama berbahayanya dengan Panglima Tentara Nasional Indonesia yang berpolitik simpel dan melampaui kewenangannya," tulis Rachland.
sumber